Sejumlah abdi dalem melakukan jamasan (pencucian) canthik (haluan perahu) Kyai Rajamala di Museum Radyapustaka, Solo, Jateng, Setelah selama 118 tahun tersimpan di museum, haluan perahu kerajaan milik Keraton Solo buatan sekitar tahun 1780 jaman Paku Buwono IV tersebut dikeluarkan untuk dijamas.
Jamasan canthik perahu Kyai Rajamala di halaman Museum Radya Pustaka kali ini, tercatat kali kedua setelah jamasan pertama dilakukan tahun 2008 lalu. Sedangkan jamasan benda pusaka seperti keris, tombak, kudi dan lain-lain, baru dilangsungkan pertama kali tahun ini. Rencananya, agenda jamasan akan digelar secara tahunan, dan dilangsungkan pada bulan Sura.
Selama ini, jelas Ketua Komite Museum Radya Pustaka (KRMP) KRT Kalinggo Winarso Honggopuro, menjawab wartawan, di sela-sela jamasan, koleksi Museum Radya Pustaka hanya disimpan dalam tempat penyimpanan masing-masing.
Padahal, di antara sejumlah koleksi dalam tradisi Jawa, ada beberapa koleksi yang mesti dijamasi pada waktu-waktu tertentu, seperti keris, tombak, kudi, dan sebagainya.Karenanya, sejak tahun lalu, KMRP memprakarsai tradisi baru untuk melakukan jamasan, selain diarahkan untuk memelihara tradisi jamasan, juga sebagai wahana memelihara koleksi serta menciptakan event wisata baru di Solo. Dalam perspektif pemeliharaan dan pelestarian, jelas Kalinggo, pihaknya melibatkan kalangan ahli, agar proses jamasan itu tidak merusak koleksi itu sendiri.
Prosesi jamasan canthik Perahu Rajamala yang terbuat dari kayu misalnya, proses jamasan mesti dilakukan secara hati-hati, yakni dengan mengelap seluruh bagian canthik menggunakan kain halus yang dibasahi dengan air. Koleksi tersebut sudah berusia ratusan tahun, sehingga cukup rawan jika proses jamasan dilakukan dengan mengguyur air. Sedangkan jamasan pusaka seperti keris, tombak dan kudi, dilakukan sesuai prosedur dengan melibatkan ahli jamasan. Usia pusaka yang dijamasi, juga mencapai ratusan tahun ,tambahnya. Bahkan dua buah kudi yang dijamasi, diketahui berasal dari abad IX, sementara kondisi fisik kudi juga sudah berkarat.
Tentang jumlah pusaka yang dijamasi hanya tujuh buah, sementara koleksi pusaka museum Radya Pustaka mencapai ratusan buah, Kalinggo menuturkan, jamasan tidak bisa dilakukan begitu saja. Artinya, sebelum jamasan dia mendatangkan ahli yang mampu 'menayuh ' (menanyai) pusaka, apakah bersedia dijamasi atau tidak. “Ternyata saat ditayuh hanya tujuh pusaka itu saja yang kersa dijamasi,” ujar Kalinggo.
Sementara usai upacara jamasan, sebagian pengunjung berebut air bekas jamasan yang diyakini membawa berkah.
Padahal, di antara sejumlah koleksi dalam tradisi Jawa, ada beberapa koleksi yang mesti dijamasi pada waktu-waktu tertentu, seperti keris, tombak, kudi, dan sebagainya.Karenanya, sejak tahun lalu, KMRP memprakarsai tradisi baru untuk melakukan jamasan, selain diarahkan untuk memelihara tradisi jamasan, juga sebagai wahana memelihara koleksi serta menciptakan event wisata baru di Solo. Dalam perspektif pemeliharaan dan pelestarian, jelas Kalinggo, pihaknya melibatkan kalangan ahli, agar proses jamasan itu tidak merusak koleksi itu sendiri.
Prosesi jamasan canthik Perahu Rajamala yang terbuat dari kayu misalnya, proses jamasan mesti dilakukan secara hati-hati, yakni dengan mengelap seluruh bagian canthik menggunakan kain halus yang dibasahi dengan air. Koleksi tersebut sudah berusia ratusan tahun, sehingga cukup rawan jika proses jamasan dilakukan dengan mengguyur air. Sedangkan jamasan pusaka seperti keris, tombak dan kudi, dilakukan sesuai prosedur dengan melibatkan ahli jamasan. Usia pusaka yang dijamasi, juga mencapai ratusan tahun ,tambahnya. Bahkan dua buah kudi yang dijamasi, diketahui berasal dari abad IX, sementara kondisi fisik kudi juga sudah berkarat.
Tentang jumlah pusaka yang dijamasi hanya tujuh buah, sementara koleksi pusaka museum Radya Pustaka mencapai ratusan buah, Kalinggo menuturkan, jamasan tidak bisa dilakukan begitu saja. Artinya, sebelum jamasan dia mendatangkan ahli yang mampu 'menayuh ' (menanyai) pusaka, apakah bersedia dijamasi atau tidak. “Ternyata saat ditayuh hanya tujuh pusaka itu saja yang kersa dijamasi,” ujar Kalinggo.
Sementara usai upacara jamasan, sebagian pengunjung berebut air bekas jamasan yang diyakini membawa berkah.
0 komentar:
Posting Komentar