Kauman merupakan wilayah yang spesifik, sebagai nama kampung yang terletak di tengah kota berdekatan dengan Mesjid Agung dan alun-alun Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Keberadaan Kampung Kauman—-yang di Solo kemudian menjadi Kelurahan Kauman—-memiliki sejarah tersendiri tidak lepas dari keberadaan Mesjid Agung. Sementara, Mesjid Agung di Kota Solo, keberadaannya tak lepas dari Keraton Solo.
Dalam buku Kauman: Religi, Tradisi dan Seni (2007), disebutkan hampir setiap kota/kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat nama Kampung Kauman. Namun, Kauman di Kota Solo memiliki kisah tersendiri, yang sejarah kelahirannya memiliki kaitan erat dengan Keraton Kasunanan Surakarta. Usianya pun sama dengan saat dibangun Mesjid Agung Solo pada 1757, masa Paku Buwono (PB) III.
Setelah Mesjid Agung dibangun, maka berfungsilah mesjid itu sebagai pusat dakwah Islam bagi Keraton. Pasalnya, Keraton Solo merupakan kelanjutan kerajaan yang diawali Kerajaan Islam Demak, kemudian pindah ke Pajang, Mataram Islam (Sultan Agung), Kartasura, dan kemudian Kasunanan Surakarta.
Pada saat itu, raja dalam melaksanakan tugas sebagai sayyidin panatagama khalifatullah, mengangkat dan menempatkan seorang penghulu (ahli di bidang agama sekaligus penasihat raja), dan diberi hak atas tanah yang terletak di sebelah utara mesjid.
Oleh Keraton, tanah yang ditempati penghulu dan para abdi dalem ini diberi nama Kauman. Keberadaannya memang sebagai bagian dari empat komponen pola tata kota pemerintahan Kerajaan Mataram, yakni terdiri atas keraton, alun-alun, mesjid dan pasar.
Sementara, Kauman juga dikenal sebagai kampung batik. Ada sejarahnya tersendiri. Untuk itulah di Kauman dibentuk Paguyuban Kampung Batik Kauman (PKBK) yang diketuai Gunawan Setiawan.
Dituturkan Totok, berdasarkan sejarah, warga Kauman awalnya bermata pencaharian sebagai abdi dalem ulama. Tapi dalam perkembangannya banyak yang menjadi pengusaha batik. “Kauman menjadi kian maju apalagi ditopang adanya Pasar Klewer dan Pusat Grosir Solo (PGS),” imbuh Totok.
Dijelaskan pula, batik Kauman merupakan batik pakem yang bercita rasa seni sangat tinggi. “Batik pakem adalah motif batik klasik yang mempunyai makna filosofi pada setiap motifnya.”
Dalam buku Kauman: Religi, Tradisi dan Seni (2007), disebutkan hampir setiap kota/kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat nama Kampung Kauman. Namun, Kauman di Kota Solo memiliki kisah tersendiri, yang sejarah kelahirannya memiliki kaitan erat dengan Keraton Kasunanan Surakarta. Usianya pun sama dengan saat dibangun Mesjid Agung Solo pada 1757, masa Paku Buwono (PB) III.
Setelah Mesjid Agung dibangun, maka berfungsilah mesjid itu sebagai pusat dakwah Islam bagi Keraton. Pasalnya, Keraton Solo merupakan kelanjutan kerajaan yang diawali Kerajaan Islam Demak, kemudian pindah ke Pajang, Mataram Islam (Sultan Agung), Kartasura, dan kemudian Kasunanan Surakarta.
Pada saat itu, raja dalam melaksanakan tugas sebagai sayyidin panatagama khalifatullah, mengangkat dan menempatkan seorang penghulu (ahli di bidang agama sekaligus penasihat raja), dan diberi hak atas tanah yang terletak di sebelah utara mesjid.
Oleh Keraton, tanah yang ditempati penghulu dan para abdi dalem ini diberi nama Kauman. Keberadaannya memang sebagai bagian dari empat komponen pola tata kota pemerintahan Kerajaan Mataram, yakni terdiri atas keraton, alun-alun, mesjid dan pasar.
Sementara, Kauman juga dikenal sebagai kampung batik. Ada sejarahnya tersendiri. Untuk itulah di Kauman dibentuk Paguyuban Kampung Batik Kauman (PKBK) yang diketuai Gunawan Setiawan.
Dituturkan Totok, berdasarkan sejarah, warga Kauman awalnya bermata pencaharian sebagai abdi dalem ulama. Tapi dalam perkembangannya banyak yang menjadi pengusaha batik. “Kauman menjadi kian maju apalagi ditopang adanya Pasar Klewer dan Pusat Grosir Solo (PGS),” imbuh Totok.
Dijelaskan pula, batik Kauman merupakan batik pakem yang bercita rasa seni sangat tinggi. “Batik pakem adalah motif batik klasik yang mempunyai makna filosofi pada setiap motifnya.”
Profil Kelurahan
Kauman
Lurah : Totok Mulyoko SE
Kelurahan : Kauman
Kecamatan : Pasar Kliwon
Luas : 20,10 ha
Jumlah RT : 22
Jumlah RW : 6
Penduduk
Laki-laki : 1.750
Perempuan : 1.685
Total : 3.435
Jumlah kepala keluarga (KK) : 732
Potensi ekonomi
Pedagang kali lima (PKL)
Toko/kios
Kuliner di Nonongan
Industri/home industry
- Batik
- Gitar
- Hiasan bunga
dari plastik/kertas
- Batik batok craft (BBC)
- Handicraft, dsb
0 komentar:
Posting Komentar